Minggu, 30 April 2017

Hukum Dagang,Hutang Piutang,Kontrak Kerjasama,Dan Tentang Hubungan Karyawan Dengan Perusahaan

HUKUM DAGANG
1. Pengertian Perdagangan
Hukum Dagang timbul karena adanya kaum pedagang. Hukum dagang adlah hukum perdata khusus bagi kaum pedagang, jadi hukum dagang bagi pedagang.
Pengertian perdagangan adalah : Perdagangan adalah Kegiatan jual beli barang dan / atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan / atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi ( SK MENPERINDAG No. 23/MPP/Kep/1/1998
 Siapa Pedagang dan perbuatan perniagaan itu?
Hukum dagang timbul karena adanya kaum pedagang , hukum dagang adalah hukum perdata khusus bagi kum pedagang, jadi hukum dagang bagi pedagang! Siapa pedagang itu? Pertanyaan ini tersirat dalam KUHD (lama) Pasal 2 “pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan (daden van koopehandel) sebagai pekerjaannya sehari-hari” dan untuk pengertian perniagaan di jawab oleh pasal 3 KUHD (lama) “perbuatan perniagaan adalah perbuatan pembelian untuk dijual lagi”
Beberapa Istilah dalam perdagangan
a. Dagang : Jual Beli
b. Pedagang : Subjek yg melakukan Aktivitas (orang dan Badan hukum)
c. Perdagangan : Perdagangan atau perniagaan dalam arti umum ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.
Sumber-sumber Hukum Dagang
Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada (diatur dalam)
a. Hukum Yang Tertulis yang dikodifikasikan
1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetbook van KoopehandelIndonesia (WvK)
2. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetbook Indonesia (BW)
b. Hukum Tertulis yang belum dikodifikasikan
Yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
1. Hukum Tertulis yang dikodifikasikan :
Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) merupakan sumber hukum tertulis yang mengatur masalah
a. Peraturan lain diluar kodifikasi
a. Staatblad 1927-262, mengenai pengangkutan dengan kereta api (Bepalingen Spoorwagen
b. Staatblad 1939-100 jo 101, mengenai pengangkutan dengan kapal terbang dipedalaman dan perubahan-perubahan serta tambahan selanjutnya
c. Staatblad 1941-101, mengenai perusahaan pertanggungan jiwa
d. Peraturan pemerintah No. 36 tahun 1948 tentang Damri
e. Undang-undang No.4 Tahun 1959 tentang POS
f. Peraturan pemerintah No.27 Tahun 1959, tentang POS internasinal
2. Landasan strukturil – UUD 45 pasl 33 ayat 1 berbunyi :
Perekonomian disusun berasas pada kekeluargaan Dari dasar itu maka dilahirkanlah UU atau aturan yang menyangkut perdagangan daam Negara RI. Hukum ini tidak boleh bertentangan dengan ekdua landasan di atas. Karenanya tujuan hokum dagang adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.
3. Yang belum terkodifikasi :
a. UU No.1 thn 1995 tentang PT (UU No 40 thn 2007 ttg PT)
b. UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
c. UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
d. UU no 14 tahun 2001 tentang hak Paten,
e. UU no 14 tahun 2001 tentang Merek,
f. UU no 19 tahun 2002 Hak Cipta,
g. UU no 30 tahun 2000 Rahasia Dagang

HUKUM HUTANG PIUTANG
Hutang piutang yang lazim dikenal dalam dunia usaha timbul dari adanya suatu perikatan dan sebagaimana kita ketahui perikatan itu dapat timbul dari Perjanjian dan Undang-undang (vide Pasal 1233 KUHPerdata):
 Definisi perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
 “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih
 Dari perjanjian hutang piutang ini timbulah prestasi dan kontra prestasi yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak berdasarkan kesepakatan. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian dan atau melaksanakannya dengan tidak sempurna, maka pihak yang dirugikan akan perbuatannya tersebut dapat memilih untuk memaksa pihak lain untuk meneruskan perjanjian tersebut, atau meminta pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya kerugian dan bunga (vide Pasal 1267 KUHPerdata).
Dalam suasana hukum adat, hukum hutang piutang atau hukum perutangan merupakan kaidah-kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak anggota-anggota persekutuan atas benda-benda yang bukan tanah. Hak-hak tersebut ditandaskan dalam hukum perseorangan sebagai hak milik. Pada umumnya persekutuan tidak dapat menghalangi hak-hak perseorangan sepanjang hak-hak tersebut mengeani benda-benda yang bukan tanah.
Dalam adat hukum hutang piutang tidak hanya meliputi atau mengatur perbuatanperbuatan hukum yang menyangkutkan masalah perkreditan perseorangan saja, tetapi juga masalah yang menyangkut tentang :

1.    hak atas perumahan, tumbuh-tumbuhan, ternak dan barang.
2.    sumbang menyumbang, sambat sinambat, tolong menolong
3.    panjer
4.    kredit perseorangan.
Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang ialah sebagaimana berikut ini:

Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah I: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

Sedangkan dalil dari Al-Hadits adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Rafi’, bahwa Nabi r pernah meminjam seekor unta kepada seorang lelaki. Aku datang menemui beliau membawa seekor unta dari sedekah. Beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk mengembalikan unta milik lelaki tersebut. Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Yang kudapatkan hanya-lah sesekor unta ruba’i terbaik?” Beliau bersabda,  “Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan hutang.”(HR. Bukhari dalam Kitab Al-Istiqradh, baba istiqradh Al-Ibil(no.2390), dan Muslim dalam kitab Al-musaqah, bab Man Istaslafa Syai-an Fa Qadha Khairan Minhu (no.1600)

HUKUM KONTRAK KERJASAMA
Didalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama haruslah berdasarkan filosofi yang terkandung dalam hubungan industrial yang berdasarkan pada nilai-nilai. Pancasila yaitu musyawarah untuk mufakat. Perjanjian Kerja Bersama pada dasarnya merupakan suatu cara dalam rangka mengembangkan partisipasi pekerja untuk ikut andil dalam menentukan pengaturan syarat kerja dalam pelaksanaan hubungan kerja, sehingga dengan adanya partisipasi tersebut diharapkan timbul suatu sikap ataupun rasa memiliki dan juga rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup perusahaan.

Perjanjian kerja bersama dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.

Perundingan perjanjian kerja bersama ini haruslah didasari oleh itikad baik dan berkemauan bebas dari kedua belah pihak.

Perundingan perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara musyawarah untuk mufakat. Lamanya perundingan perjanjian kerja bersama ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dituangkan ke dalam tata tertib perundingan.
Pembentukan PKB berdasarkan Pasal 119 dan Pasal 120 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dibagi 2 yaitu untuk perusahaan yang memiliki satu serikat Buruh dan perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat Buruh. Ketentuan Pasal 119 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 berlaku bagi perusahaan yang memiliki satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila :
  1. memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau; Apabila musyawarah tidak mencapai kesepakatan tentang suatu hal, maka penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 
  2. mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Apabila tidak terpenuhi ; 
  3. dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara. 
Ketentuan Pasal 120 berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila :
  1. jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi ; 
  2. serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. 
  3. tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. 

Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan kerentuan yang diatur dalam Pasal 21 Kep.48/Men/IV/2004 tentang tentang Tata cara Pembuatan dan pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya harus memuat :
  1. nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh; 
  2. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan; 
  3. nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota;  
  4. hak dan kewajiban pengusaha; 
  5. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh; 
  6. jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan 
  7. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. 
Secara yuridis  formal dasar hukum dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama didasarkan atas :
  1. Kepmenaker No. 48 tahun 2004 tentang Tata cara Pembuatan dan pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja bersama. 
  2. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 
  3. Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. 
  4. Undang-undang No. 18 tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98. 
  5. Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 1954 tentang Tata Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan. 
  6. Undang-undang No. 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Pekerja dan Majikan.

Hubungan Kerja (Hubungan Hukum Karyawan dengan Perusahaan)

Perjanjian yang dibuat antara 2 pihak antara pihak pekerja dengan pihak majikan yang melahirkan hak dan kewajiban. Hubungan kerja ada disebabkan karena adanya perjanjian. Perjanjian ini mengakibatkan perikatan. Dalam KUHPer, selain perjanjian kerja, ada juga dikenal dengan perjanjian kerja lain yang kemudian dikenal dengan sebutan “perjanjian melakukan kerja” dan “perjanjian pemborongan”.

Menurut Prof. Soebekti memberikan pengertian perjanjian kerja ialah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri :
1.                   Ada upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan
2.                   Adanya hubungan diperatas, yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh orang lain.

Jika kita perhatikan rumusan perjanjian kerja di atas dapat disimpulkan paling tidak ada empat unsur agar suatu perjanjian dapat disebut sebagai perjanjian kerja, yaitu : (1) ada pekerjaan, (2) ada upah, (3) di bawah perintah, dan (4) waktu tertentu.

 

Dalam KUHPer tidak diatur mengenai bentuk perjanjian kerja, maka bisa dikatakan perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan dan tertulis. Hanya saja, jika perjanjian itu tertulis, biaya akta dan lainnya biaya tambahan akan ditanggung oleh majikan (1601 KUHPer). Terhadap kebebasan bentuk perjanjian kerja ini ada pengecualiannya, yaitu mengenai perjanjian kerja di laut dan perjanjian kerja di perkebunan.


1. Perjanjian kerja di laut

Dalam pasal 399 KUHD perjanjian kerja antara seorang pengusaha danburuh, yang berlaku sebagai nahkoda dan perwira kapal, dengan ancaman batal, harus dibuat secara tertulis. Tanpa adanya perjanjian dalam bentuk tertulis tidak ada perjanjian kerja.

2. Perjanjian kerja di perkebunan

Berbeda dengan perjanjian kerja di laut, jika tidak ada perjanjian tertulis, tidak ada perjanjian kerja. Jika di perkebunan tetap ada, hanya saja majikan diancam pidana. Dalam Vrije Arbeidsregeling, pasal 1 ayat 1 menegaskan bahwa majikan wajib mencatat dalam daftar menurut contoh yang ditetapkan oleh atau atas nama pemerintah, nama buruh yang bekerja padanya dengan menyebutkan permulaan dan berakhirnya perjanjian kerja serta upah yang telah disetujui dan pinjaman buruh.

Pembebanan kewajiban melakukan pencatatan mengenai beberapa hal tersebut dimaksudkan untuk kepentingan buruh. Sebab dengan pencatatan tersebut segera diketahui pihak-pihak tertentu, termasuk pemerintah, apakah majikan melanggar peraturan perundang-undangan atau tidak.

 

Isi perjanjian kerja, sebagaimana isi perjanjian pada umumnya, tidak boleh bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dikatakan bertentangan dengan UU apabila isi perjanjian kerja bertentangan dengan keharusan yang diberikan UU. Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran tersebut bermacam-macam, dapat merupakan kebatalan atau pidana.
Isi perjanjian kerja yang lainnya adalah :

1.  Kewajiban buruh (Karyawan)
1.                   Melakukan pekerjaan
2.                   Mentaati aturan-aturan tentang pekerjaan
3.                   Membayar ganti rugi dan denda jika terjadi kesalahan

2.  Kewajiban Majikan (Perusahaan)
1.                   Membayar upah
2.                   Mengatur pekerjaan dan tempat kerja
3.                   Memberi cuti
4.                   Memberikan surat keterangan
5.                   Mengurus peralatan dan pengobatan

 



SUMBER


Minggu, 02 April 2017

Penulisan 2

A.    Pengertian hukum dagang
Hukum dagang atau perdagangan adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara kepentingan perseorangan dan atau badan di bidang perdagangan. Hukum dagang juga dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau hukum yang mengatur segala sesuatu yang dihasilkan dan dapat dipakai atau digunakan, yang berkenaan dengan peredaran barang-barang  atau dengan kata lain semua perbuatan manusia yang bertujuan untuk mengangkut barang-barang dari produsen ke konsumen.
B.     Sumber-sumber hukum dagang
Berikut ini adalah beberapa sumber-sumber hukum dagang:
  1. Kitab Undang-Undang Hukum dagang ( Wetboek van Koophandel ).
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( BW ).
  3. Undang-Undang khusus lainnya, antara lain Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perbankan, dan lain-lain.
  4. Perjanjian.
  5. Hukum kebiasaan.
  6. Yurisprudensi.
  7. Doktrin Hukum
C.    Sistematika Hukum Dagang
Pada awalnya, KUHD terdiri atas 3 buku, kemudian dipisah dan sekarang tinggal dua buku. Buku I KUHD mengatur tentang “ perdagangan pada umumnya” meliputi pembukuan, macam-macam perseroan dan badan usaha, bursa perniagaan, makelar, dan kasir;komisioner, juru kirim, tukang pedati, juragan kapal di perairan sungai, surat-surat berharga, cek, promes, dan kwitansi, reklame atau penungtutan kembali dalam keadan pailit; pertanggung jawaban pada umumnya, serta macam-macam pertanggungan.

Buku ke II KUHD mengatur “ hak-hak dan kewajiban akibat pelayaran atan perkapalan”. Yang diatur dalam buku II KUHD antara lain meliputi kapal laut dan muatannya;pengusaha kapal;kapten kapal laut, anak buah kapal, penumpang kapal; perjanjian kerja di laut, penyewaan kapal, pengangkutan barang, pengangkutan orang, dan lain-lain.

D.    Kewajiban pembukuan
Menurut Pasal 6 Ayat (1) KUHD disebutkan bahwa setiap orang yang mempunyai suatu perusahaan diharuskan mengadakan pencatatan dari kekayaan dan harta benda perusahaannya. Ia diwajibkan pula dari tahun ke tahun, dalam waktu enam bulan yang pertama dari tiap-tiap tahunnya, memuat dan menandatangani dengan tangan sendiri, akan sebuah neraca tersusun sesuai dengan kedudukan perusahaan itu ( Pasal 6 ayat (2) KUHD).

E.     Beberapa macam persekutuan dagang
Berikut ini adalah beberapa macam persekutuan dagang
  1. Mastschap (rekanan), ialah perserikatan (persekutuan,kohsi) yang merupakan suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya dan memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan itu dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh dengan usaha bersama.
  2. Perseroan Komanditer  adalah suatu perseroan antara dua orang atau lebih yang mempunyai tanggung jawab secara penuh secara tanggung-renteng dengan satu orang atau lebih yang memasukkan uang dan hanya turut bertanggung jawab sebanyak modal yang dimasukkan.
  3. Firma adalah perseroan untuk menjalankan perusahanan di bawah satu nama, dimana anggotanya langsung dan sendiri –sendiri bertanggung jawab sepenuhnya kepada pihak ketiga.
  4. Perseroan terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT ini serta peraturan pelaksanaannya.
F.     Pengertian bursa dagang, makelar, Ekspeditur dan komisioner

1.      Bursa dagang adalah pertemuan pedagang dari orang-orang yang berhubungan dengan perdagangan.
2.      Makelar adalah pedagang perantara yag diangkat oleh presiden atau pejabat negara yang menyelenggarakan perusahaann perantara untuk melakukan transaksi perdagangan juak beli surat-surat berharga dan penjaminan serta, perutangan uang, dan lainya atas nama orang lain dengan menerima upah ( Pasal 62 KUHD jo. Pasal 64 KUHD)
3.      Ekspeditur adalah orang-orang yang menjalankan perusahaan pengangkutan dengan menyuruh orang lain untuk mengangkut barang-barang lain, baik melalui daratan, udara, maupun lautan dan perairan.
4.      Komisioner adalah orang yang melakukan perusahaan dengan membuat perjanjian atas nama sendiri  atau atas nama firmanya atas perintah dan perhitungan orang lain dengan menerima upah.

G.    Pengertian dan macam-macam surat berharga
Surat berharga adalah suatu hak yang melekat pada surat itu. Artinya hak itu tidak ada kalau tidak diwujudkan dalam bentuk surat. Sedangkan surat yang mempunyai harga mencakup semua surat surat berharga.

Ada beberapa surat berharga menurut KUHD yakni wesel (Pasal 100 KUHD), cek ( Pasal 178 KUHD),  Aksep ( Pasal 174 KUHD ), Promes ( Pasal 229i KUHD ), serta kwitansi ( Pasal 229e KUHD ).
Sumber :


Penulisan 1

A.   SUBJEK HUKUM
Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Subjek hukum terdiri dari Orang dan Badan Hukum. Subjek hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1.      Subjek Hukum Manusia (orang)
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Selain itu juga ada manusia yang tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum. Seperti :
a.       Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
b.      Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
  1. Orang yang belum dewasa.
  2. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
  3. Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)
2.        Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum, yaitu :
a)      Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
b)      Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.        Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.
2.        Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi

B.       OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum dapat berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
1.      Benda Bergerak
Adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud.
2.      Benda Tidak Bergerak
Adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik/lagu.
C.      Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus :
  1. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal1132 KUH Perdata.Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang adamaupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
a.       Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b.      Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

2.      Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik,dll.
a.       Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atassuatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanyauntuk menjamin suatu hutang.Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barangtersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barangdan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan. Sifat-sifat Gadai yakni:
1.         Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
2.         Gadai bersifat accesoir

b.      Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak  bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan(verbintenis). Sifat-sifat hipotik yakni:
1.         Bersifat accesoir
2.         Mempunyai sifat zaaksgevolg  (droit desuite), yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2KUH perdata .
3.         Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
4.         Obyeknya benda-benda tetap.
Sumber :