Minggu, 02 April 2017

Perlindungan Konsumen

Kasus :
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

Teori :
            Pada kasus ini telah ditemukan permasalahan tentang penarikan indomie yang berada di Taiwan karena dicurigai mengandung bahan pengawet yang membahayakan tubuh. Pada kasus ini harus diselidiki karena berhubungan dengan Perlindungan Konsumen yang mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan. Pada kasus ini berhubungan dengan 3 teori , yaitu :
a.      UU Perlindungan Konsumen
Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pelanggaran yang dikenakan oleh pelaku sehingga terjerat pasal-pasal dalam UU No.8 tahun 1999 yang berisi tentang :
1.         Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2.         Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3.         Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4.         Pasal 7  ( b dan d ) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
b.      Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 2 UU PK tujuan perlindungan konsumen ,yaitu :
1.         Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
2.         Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
c.       Asas Perlindungan Konsumen
       Sesuai dengan Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen dapat diketahui asas  perlindungan konsumen menyangkut :
1.      Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
2.      Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Hak – hak dan kewajiban menurut UU perlindungan konsumen
a.      Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.  Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut:
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
  2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
  4. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b.      Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sumber :









Tidak ada komentar:

Posting Komentar